Kamis, 24 November 2011

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GASTROENTERITIS

BAB I
KONSEP DASAR


A. GASTROENTERITIS
1. Definisi
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan/lendir dalam tinja (Mansjoer, 2009: 470).
Diare adalah BAB cair atau tak berbentuk (Santosa, 2005 - 2006: 67).
Diare adalah feses keluar dengan cepat dan tak berbentuk (Wilkinson, 2007: 132).
Gastroenteritis adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses dalam volume besar/sedikit dan dapat disertai/tanpa darah, terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap didalam feses dan ditandai dengan muntah – muntah karena adanya proses inflamasi pada lambung atau usus (Corwin, 2009: 598).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah kondisi buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai darah atau lendir yang ditandai dengan muntah-muntah akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

2. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor diantaranya:
a. Faktor infeksi
Faktor infeksi dibagi dalam tiga jenis yaitu infeksi bakteri, infeksi virus dan infeksi parasit. Infeksi bakteri dapat disebabkan oleh Vibrio, E coli, Salmonella, Shigela, Aeromonas, dan sebagainya. Infeksi virus dapat disebabkan oleh Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain – lain. Infeksi parasit disebabkan oleh cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris), protozoa (Entamoeba histolytica, Trichomonas hominis), dan jamur (Candida albicans).
b. Faktor malabsorbsi
Faktor malabsorbsi disebabkan oleh malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa), dan monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
c. Faktor makanan
Faktor makanan disebabkan oleh makanan yang basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis
Faktor psikologis disebabkan oleh rasa takut dan cemas yang sering terjadi pada anak yang lebih besar (Ngastiyah, 2005: 224).

3. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan gastroenteritis adalah gangguan osmotik, gangguan motilitas usus, dan faktor infeksi. Pada gangguan osmotik terjadi akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik didalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkanya.
Gangguan motilitas usus dapat menyebabkan terjadinya hiperperistaltik yang mengakibatkan berkuarangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan selanjutnya dapat timbul diare pula.
Faktor infeksi diawali dengan masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang biak dan mengeluarkan toksin sehingga menginfeksi sel – sel mukosa lambung maupun usus yang mengakibatkan perpindahan cairan dan elektrolit ke rongga usus sehingga timbul diare (Mansjoer, 2009: 470).

4. Manifestasi Klinis
Mula-mula klien cengeng, gelisah atau suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau darah, warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare (Mansjoer, 2009: 470).
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi, BB menurun, pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput mulut dan bibir terlihat kering. Berdasarkan banyak cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Akibat dehidrasi diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah terjadi asidosis metabolik pasien tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan kussmaul) asidosis metabolik terjadi karena: kehilangan Na HCO3 melalui tinja diare. Produk - produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena oliguria atau anuria), berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel (Ngastiyah, 2005: 225).
Derajat dehidrasi dan gejalanya dibagi menjadi tiga: dehidrasi ringan ini biasanya ditandai dengan kesadaran composmentis, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernafasan vesikuler, ubun - ubun besar agak cekung, mata agak cekung, turgor kulit elastis, mulut kering, kehilangan cairan 0 – 5% BB. Dehidrasi sedang ditandai dengan kesadaran gelisah, nadi cepat 120 – 140 kali per menit, pernafasan agak cepat, ubun - ubun besar cekung, mata tampak cekung, turgor dan tonus agak kurang, kehilangan cairan 5 – 10%BB. Dehidrasi berat ditandai dengan kesadaran apatis sampai koma, nadi cepat lebih dari 140 kali per menit, pernafasan kussmaul, ubun - ubun besar cekung sekali, turgor dan tonus kurang, mulut kering dan sianosis, kehilangan cairan lebih dari 10 % BB (Ngastiyah, 2005: 225).

5. Penatalaksanaan
Penatalaksaan diare harus tuntas, sehingga bukan hanya mengobati saja tapi harus bisa mencegah agar diare tidak terjadi lagi. Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan (rehidrasi).
Hal yang harus diperhatikan dalam rehidrasi adalah jenis cairan, cara memberikan cairan, dan jumlah pemberiannya. Cara memberikan cairan dalam terapi rehidrasi adalah jika belum ada dehidrasi: anjurkan anak untuk minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi, dehidrasi ringan 1 jam pertama 25 – 50 ml/ kg BB per oral (intra gastrik), selanjutnya 125 ml/ kg BB/ hari (ad libitum). Dehidrasi sedang: 1 jam pertama 50 - 100 ml/ kg BB per oral/ intra gastrik, selanjutnya 125 ml/ kg BB/ hari (ad libitum). Dehidrasi berat dilakukan rehidrasi sesuai dengan umur dan berat badan pasien sebagai berikut:
1) Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg.
1 jam pertama = 40 ml/ kg BB/ jam = 10 tetes/ kg BB/ menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml = 20 tetes), 7 jam berikutnya = 12 ml/ kg BB/ jam – 3 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml = 20 tetes), 16 jam berikutnya yaitu 125 ml/ kg BB oralit per oral atau intra gastrik, bila anak tidak mau minum teruskan DG aa intra vena 2 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml = 20 tetes), (Ngastiyah, 2005: 227).
2) Untuk anak usia 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
1 jam pertama 30 ml/ kg BB/ jam atau 8 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), 7 jam berikutnya yaitu 10 ml/ kg BB/ jam atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), 16 jam berikutnya 125 ml/ kg BB oralit per oral atau intra gastrik, bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG aa intra vena 2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), (Ngastiyah, 2005: 227).
3) Untuk anak lebih 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
1 jam pertama yaitu 20 ml/ kg BB/ jam atau 5 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes, 7 jam berikutnya 10 ml/ kg BB/ jam atau 2 1/2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), 16 jam berikutnya 105 ml/ kg BB oralit per oral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 11/2 tetes/ kg BB menit (set 1 ml = 20 tetes), (Ngastiyah, 2005: 227-228).
4) Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2 – 3 kg.
Kebutuhan cairanya 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/ kg BB/ 24 jam, jenis cairan = cai ran 4 : 1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 11/2 %), kecepatan pemberian cairan yaitu 4 jam pertama = 25 ml/ kg BB/ jam atau 6 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), 20 jam berikutnya yaitu 150 ml/ kg BB/ 20 jam atau 2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 21/2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), (Ngastiyah, 2005: 228).

5) Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan kurang dari 2 kg.
Kebutuhan cairanya yaitu 250 ml/ kg BB/ 24 jam, jenis cairan yang diberikan yaitu cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 11/2 ), kecepatan pemberian cairan rehidrasi sama dengan pada bayi baru lahir, cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi berat misalnya untuk anak umur 1 bulan - 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg. Jenis cairan: DG aa, jumlah cairan 250 ml/ kg BB/ 24 jam, kecepatan : 4 jam pertama = 60 ml/ kg BB/ jam atau 15 ml/ kg BB/ jam atau 5 tetes/ kg BB/ menit (1 ml – 15 tetes) atau 5 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), 20 jam berikutnya = 190 ml/ kg BB/ 20 jam atau 10 ml/ kg BB/ jam atau 21/2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), (Ngastiyah, 2005: 228).

b. Dietetik (cara pemberian makanan)
Tujuan diit pada pasien gastroenteritis adalah memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi tanpa memperberat kerja usus, mengupayakan agar anak segera mendapat makanan sesuai dengan umur dan berat badannya, untuk anak di bawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun jenis makanannya, susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh), makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa (Ngastiyah, 2005: 229).
c. Obat - obatan
Obat anti sekresi yaitu asetosal, dosis 25 mg/ tahun dengan dosis minimun 30 mg klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg/ kg BB/ hari. Obat spasmolitik dan lain - lain, umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladona, opium loperamid tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare, sehingga tidak diberikan lagi.
Pada umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebabnya yang jelas, bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg kg BB/ hari, antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti: OMA, faringitis, bronkitis, atau bronkopneumonia (Ngastiyah, 2005: 230).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Adapun pemeriksaan yang perlu dikerjakan:
a. Pemeriksaan tinja
Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab, tes resistensi terhadap berbagai antibiotik serta untuk mengetahui pH dan kadar gula jika diduga ada sugar intolerance. Karakteristik hasil pemeriksaan feses sebagai berikut: feses berwarna pekat/putih kemungkinan disebabkan karena adanya pigmen empedu (obstruksi empedu), feses berwarna hitam disebabkan karena efek dari obat seperti Fe dan diit tinggi buah merah dan sayur hijau tua seperti bayam, feses berwarna pucat disebabkan karena malabsorbsi akibat diare yang penyebabnya adalah bakteri, feses seperti tepung berwarna putih disebabkan karena diare yang penyebabnya adalah virus, feses seperti ampas disebabkan karena diare yang penyebabnya parasit, feses yang didalamnya terdapat unsur mukus disebabkan karena bakteri, darah jika terjadi peradangan pada usus, terdapat lemak dalam feses jika disebabkan karena malabsorbsi lemak dalam usus halus (Suprianto, 2008).



b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah pada pasien diare meliputi: Darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan P serum pada diare yang disertai kejang), peningkatan sel-sel darah putih.
c. Pemeriksaan elektrolit tubuh.
Ini bertujuan untuk mengetahui terutama kadar natrium, kalium, kalsium, bikarbonat terutama pada penderita diare yang mengalami muntah-muntah, pernafasan cepat dan dalam, kelemahan otot-otot.
d. Endoskopi bertujuan untuk melihat langsung kelainan mukosa pada sel pencernaan.
e. Pemerikasaan kadar ureum kreatinin darah untuk mengetahuai faal ginjal.
f. Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik (Mansjoer, 2009: 470).


7. Pathway
Faktor infeksi faktor malabsorpsi gangguan motilitas usus/peristaltik usus

Masuk melalui tekanan osmotik meningkat hiperperistaltik hipoperistaltik
Fecal/oral
Makanan pergeseran cairan dan makanan tidak pertumbuhan
Terkontaminasi elektrolit ke lumen usus sempat diserap bakteri
berlebihan
kuman masuk dan isi lumen usus endotoksin
berkembang dalam meningkat menumpuk
usus,menginfeksi
sel sel mukosa rangsangan
hiperseksresi pengeluaran hipersekresi
air elektrolit cairan dan elektrolit
isi rongga usus hiperperistaltik
meningkat
gastroenteritis
Proses inflamasi
merangsang Mual/muntah peningkatan frek keluarga cemas
hipotalamus BAB
kurang pengetahuan
demam nut < keb tubuh kurang volume cairan
kerusakan integritas
hipertermi kulit
Sumber: Horne & Swearingen (2001); Smeltzer & Bare (2002)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Fokus Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan secara menyeluruh dan merupakan suatu proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien, pada tahap ini semua data dan informasi tentang pasien yang dibutuhkan, dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan dignosaa keperawatan, tujuan dari pengkajian adalah untuk mengumpulkan data, menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan. Adapaun langkah – langkah dalam pengkajian sebagai berikut:
a. Riwayat keperawatan
Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama, nama orang tua.
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama pasien biasanya mengeluh BAB encer dengan atau tanpa adanya lendir dan darah sebanyak lebih dari 3 kali sehari, biasanya disertai muntah, tidak nafsu makan dan disertai demam, masing – masing pasien berbeda tergantung pada ststus gizi, keadaan sosial ekonomi, dan hygiene serta sanitasi.
Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu penyakit yang pernah diderita oleh anak maupun keluarga, apakah dalam anggota keluarga ada yang menderita penyakit menurun atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat dirumah sakit.
Riwayat kehamilan dan kelahiran yang ditanyakan meliputti keadaan ibu saat hamil, gizi, usia kehamilan, dan adakah riwayat konsumsi obat – obatan saat hamil, hal ini mencakup keadaan anak sebelum lahir, saat lahir, dan setelah lahir.
Riwayat tumbuh kembang yang perlu ditanyakan adalah hal – hal yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan seusia sekarang yang meliputi motorik kasar, motorik halus, perkembangan kognitif atau bahasa, dan personal sosial atau kemandirian.
Imunisasi yang ditanyakan kepada orang tua adalah apakah anak mendapat imunisasi secara lengkap sesuai dengan usianya dan jadwal pemberian serta efek samping dari pemberian imunisasi seperti panas, alergi, dan sebagainya.
b. Pola kesehatan fungsional menurut gordon
1). Pola persepsi managemen kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan, persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.


2). Pola nutrisi dan metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah.
3). Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit, kebiasaan defekasi, ada atau tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuria) frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluan kemih.
4). Pola latihan aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya latihan gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain. Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0: mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu oleh orang lain, 3: dibantu orang dan alat, 4: tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan ROM, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, kedalaman nafas, bunyi nafas, dan riwayat penyakit paru.



5). Pola kognitif perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif, yang meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau, dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat pasien terhadap peristiwa, kemampuan orientasi pasien terhadap waktu, tempat, dan nama, tingkat pendidikaan persepsi nyeri dan penanganan nyeri.
6). Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan pola tidur dan istirahat, jumlah jam tidur siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, dan mengeluh letih.
7). Pola konsep diri – Persepsi diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan, yang meliputi gambaran diri, harga diri, peran, identitas, dan ide diri sendiri. Manusia sebagai mahluk bio – psiko – sosio – kultural spiritual dan dalam pandangan secara holistic dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan lingkungan.




8). Pola peran dan hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran pasien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal pasien, pekerjaan, tempat tinggal, tingkah laku yang aktif dan pasif terhadap orang lain.
9). Pola reproduksi /seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan dengan seksualitas, dampak sakit terhadap seksualitas, pemeriksaan genital.
10). Pola pertahanan diri (Coping - Toleransi stres)
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan system pendukung, penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi dengan orang terdekat, metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.
11). Pola keyakinan dan nilai
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual, menerangkan sikap dan keyakinan pasien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya, nilai dan kepercayaan serta pantangan yang berlaku dalam agama selama sakit (Winugroho, 2008).


2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gastroenteritis menurut Wilkinson ( 2007 ) adalah:
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif (diare, muntah)
b. Hipertermi b.d penyakit (proses infeksi)
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, hilangnya nafsu makan
d. Kurang pengetahuan tentang gastroenteritis b.d kurangnya informasi
e. Kerusakan integritas kulit b.d iritasi rektal karena diare













3. Fokus Intervensi
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif (diare, muntah)
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kekurangan volume cairan teratasi dan keseimbangan elektrolit, asam basa dapat tercapai dengan kriteria hasil: keseimbangan cairan, hidrasi yang adekuat, status nutrisi yang adekuat asupan makanan dan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam basa, frekuensi dan irama nafas dalam rentang yang diharapkan.
Intervensi untuk mengatasi masalah tersebut adalah pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan volume cairan (rasional untuk mempermudah penghitungan balance cairan), pantau status hidrasi misal kelembaban membran mukosa, keadekuatan nadi (rasional untuk menentukan tingkatan dehidrasi), tingkatkan asupan cairan per oral (rasional untuk mengurangi dehidrasi), kolaborasi pemberian cairan parenteral RL (rasional untuk menggantikan cairan dalam tubuh yang hilang saat diare) (Wilkinson, 2007).
b. Hipertermi b.d penyakit ( proses inflamasi )
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan masalah hipertermi dapat teratasi dengan kriteria hasil: suhu kulit dalam rentang yang diharapkan, suhu tubuh dalam batas normal, nadi dan pernafasan dalam rentang yang diharapkan, perubahan warna kulit tidak ada.
Intervensi untuk mengatasi masalah tersebut adalah kaji tingkat kenaikan suhu tubuh (rasional untuk suhu 38 – 400C menunjukan proses infeksi sehingga membantu untuk menentukan interveni yang tepat), pantau warna kulit (rasional untuk mempermudah mengenali hipertermi), pantau suhu badan minimal setiap dua jam atau sesuai kebutuhan (rasional untuk indikator perkembangan kondisi pasien), pantau nadi dan pernafasan (rasional jika hipertermi maka nadi dan pernafasan meningkat), berikan kompres air hangat pada dahi, ketiak dan lipat paha (rasional untuk menurunkan hipertermi melalui proses evaporasi), kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik (rasional untuk menurunkan suhu tubuh dengan menstimulasi pusat pengaturan suhu dihipotalamus) (Wilkinson, 2007).
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, hilangnya nafsu makan.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil: asupan makanan dan cairan adekuat, mempertahankan berat badan atau pertambahan berat badan, ada kemauan untuk makan, tidak muntah setelah makan.
Intervensi untuk mengatasi masalah tersebut adalah kaji status nutrisi pasien serta intake dan outputnya (rasional untuk mengetahui status nutrisi pasien), timbang BB setiap hari (rasional untuk mengetahui apakah ada penurunan BB atau tidak karena ini indikator perubahan status nutrisi), observasi dan catat respon terhadap pemberian makan (rasional untuk mengkaji toleransi pemberian makan), anjurkan untuk memberikan makanan sedikit tapi sering (rasional untuk mengurangi menekan kerja gastrik sehingga mengurangi mual dan mencegah resiko muntah), kolaborasi dalam pemberian obat anti emetik (rasional untuk mencegah muntah dengan menstimulasi pusat pengaturan muntah chemoreceptor triger zone dan central vomiting centre) (Wilkinson, 2007).
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit gastroenteritis dan perawatannya b.d kurang informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan keluarga mengerti tentang kondisi penyakit dan perawatan anak sakit di rumah dengan kriteria hasil: keluarga pasien mengerti tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala dari gastroenteritis, cara pencegahan dan perawatan anak dengan gastroenteritis serta dapat mendemonstrasikan cara membuat oralit dan LGG dengan baik dan benar.
Intervensi untuk mengatasi masalah tersebut adalah kaji tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit dan perawatan anaknya (rasional untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan orang tua), berikan penjelasan tentang penyakit dan kondisi anaknya, berikan penjelasan setiap akan melakukan prosedur tindakan keperawatan (rasional untuk mengurangi kecemasan orang tua setiap melakukan tindakan), berikan penjelasan kepada orang tua tentang perawatan anak diare di rumah seperti pembuatan larutan gula garam (rasional supaya orang tua mengetahui penanganan awal anak diare dirumah) (Wilkinson, 2007).
e. Kerusakan integritas kulit b.d iritasi rektal karena diare
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan integritas kulit tidak mengalami kerusakan dengan kriteria hasil: hidrasi, pigmentasi, dan warna jaringan dalam rentang yang diharapkan, terbebas dari adanya lesi, keutuhan kulit terjaga.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah bersihkan daerah bokong secara perlahan dengan air (rasional karena feses diare sangat mengiritasi kulit), pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan pada udara jika mungkin (rasional untuk meningkatkan penyembuhan), hindari menggunakan tissue basah yang mengandung alkohol (rasional untuk mencegah iritasi), observasi daerah bokong (rasional untuk mengetahui secara dini tanda-tanda infeksi), kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian salep kulit (rasional untuk mempercepat penyembuhan) (Wilkinson, 2007: 460).





BAB II
RESUME KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian ini dilakukan oleh Radikun pada tanggal 13 juni 2011 jam 11.00 WIB, di ruang Melati (E) RSUD Kebumen.
1. Identitas Pasien
Nama An.C, umur 2 tahun 8 bulan, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, suku bangsa Jawa/Indonesia, alamat Kedung Winangun Rt01/02, Klirong, Kebumen, diagnosa medis gastroenteritis, tanggal masuk 12 Juni 2011 jam 12.00 WIB di ruang Melati (E) RSUD Kebumen.
Penanggung jawab Nama Tn.M, umur 42 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, hubungan dengan pasien ayah kandung, alamat Kedung Winangun Rt01/02, Klirong, Kebumen.
2. Riwayat Keperawatan
Ibu pasien mengatakan An.C awalnya dengan keluhan muntah - muntah sejak sabtu sore 8 – 10 kali, disertai demam. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 13 juni 2011 pukul 11.00 WIB diruang Melati E RSUD KEBUMEN, ibu pasien mengatakan anaknya demam, BAB 1 kali konsistensi encer, muntah 1 kali dan didapatkan data suhu badan 37,40C, nadi 124 kali per menit, RR 28 kali per menit.
Ibu pasien mengatakan anaknya belum pernah dirawat dirumah sakit, 3 minggu yang lalu anaknya pernah diare BAB cair 3 kali sehari, tidak disertai lendir dan darah, diperiksakan ke bidan setelah diberi obat hasilnya sembuh. Ibu pasien mengatakan dalam anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC, HbsAg, penyakit menurun seperti asma, hipertensi, serta penyakit menahun seperti DM, jantung.
3. Fokus pengkajian.
Pada pengkajian pola fungsional Gordon diperoleh data pola nutrisi ibu pasien mengatakan bahwa pasien sebelum sakit makan 3 kali sehari dan minum susu 8 – 9 gelas sehari, saat dikaji sejak sabtu sore makan dan minumnya kurang, saat dikaji pasien tidak mau makan makanan yang disediakan oleh rumah sakit, muntah satu kali. Pola eliminasi ibu pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1kali dengan konsistensi lunak, saat dikaji anaknya BAB 1kali dengan konsistensi cair, BAK 3-4x sehari. Pola latihan dan aktivitas saat dirumah ibu pasien mengatakan bahwa pasien aktif bermain dengan teman seusianya, sudah dapat mengenakan celana sendiri, BAB dan BAK sudah terlatih di WC, saat dikaji pasien hanya tiduran. Pola istirahat dan tidur ibu pasien mengatakan dirumah biasanya tidur malam kurang lebih 10 jam dan tidur siang kurang lebih 2 – 3 jam, saat dirumah sakit tidur malam kurang lebih 9 jam terkadang bangun malam hari untuk minta minum, dan tidur siang 1 – 2 jam. Pola kognitif dan persepsi ibu pasien mengatakan bahwa di rumah pasien mulai belajar menghitung, berbicara walaupun masih ada kata yang belum jelas seperti mama, papa, minta minum dll, saat dikaji pasien hanya diam.
Hasil pemeriksaan fisik adalah keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vitalnya adalah, Nadi 124x/menit, Respirasi rate 28x/menit, dan Suhu 37,40C, mata konjungtiva anemis, mukosa mulut kering, abdomen datar, palpasi tidak ada nyeri tekan, tak teraba masa, auskultasi bising usus (+) 14x per menit, ekstremitas atas maupun bawah tidak ada kelemahan, terpasang infus ditangan kanan RL 15 tpm.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Juni 2011 Leukosit 17,3k/ul normal (3,6 – 11k/ul), Haemoglobin 10,6 gr/dl (normal 11,7-17,3 gr/dl), Hematokrit 32,3 % (normal 35-52%), MCV 73,5 fl (normal80-100fl), PLT 311 k/ul (normal 150-440k/ul).
Hasil pemeriksaan laboratorium 13 Juni 2011 untuk uji widal hasilnya negatif. Hasil pemeriksaan laboratorium 14 Juni 2011 untuk uji feses hasilnya bakteri positif.
Pada tanggal 13 Juni 2011 diperoleh pengkajian tumbuh kembang sebagai berikut dengan perkembangan motorik kasar klien mampu berdiri sendiri selama 5 detik dengan dipegangi ibunya, dan kemampuan berbahasa pasien mampu mengucapkan kata minta minum, mama dan papa, sedang kemampuan adaptif (motorik halus) ibu pasien mengatakan anaknya sudah dapat menggambar garis – garis dan personal sosial ibu pasien mengatakan anaknya sudah dapat mengenakan celana sendiri di rumah.
Pasien mendapat terapi paracetamol syrup 3x1 cth, ampicilin 4 x 250 mg, ranitidin 2 x 5 mg, zinc 1 x 10 mg, L bio 2 x 20mg, infus RL 15 tpm.
Kebutuhan cairan pasien dengan BB 10 kg yaitu 125 ml/ kg BB/ jam, sehingga kebutuhan cairan pasien dalam 24 jam 1250 ml/ hari.

B. ANALISA DATA DAN PRIORITAS MASALAH
Hasil analisa data dan prioritas diagnosa keperawatan pada tanggal 13 Juni 2011 pukul 13.00 WIB adalah pertama kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif (diare, muntah) ditandai dengan orang tua pasien mengatakan sudah 2 hari ini anaknya BAB cair satu kali dan muntah satu kali, pasien tampak pucat, Hb: 10,6 gr/dl, konjungtiva anemis, nadi 124 kali permenit, RR 28 kali permenit, mukosa bibir kering.
Kedua hipertermi b.d penyakit (proses infeksi) ditandai dengan orang tua pasien mengatakan anaknya demam suhu badan 37,40C, Al 17,3 k/ul, kulit saat disentuh hangat, nadi 124 kali permenit
Ketiga resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, hilangnya nafsu makan ditandai orang tua pasien mengatakan anaknya muntah satu kali, tidak mau makan diit yang disediakan dari rumah sakit, BB sebelum sakit 10,4kg setelah sakit 10kg, lingkar kepala 45cm, lingkar lengan atas 14 cm, TB 81cm.
Keempat kurang pengetahuan tentang gastroenteritis b.d kurangnya informasi ditandai dengan orang tua pasien sering bertanya-tanya tentang penyakit yang diderita anaknya, keluarga pasien tampak cemas.
Dari empat diagnosa keperawatan yang muncul, penulis membuat prioritas asuhan keperawatan sesuai dengan teori Maslow yaitu: (1) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif (diare, muntah), (2) Hipertermi b.d penyakit ( proses infeksi ), (3) resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, hilangnya nafsu makan, (4) Kurang pengetahuan tentang gastroenteritis b.d kurangnya informasi.

C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (diare,muntah)
Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kekurangan volume cairan teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil: pasien kesadaran composmentis, turgor kulit baik, mata tidak cekung, TTV dalam batas normal.
Rencana keperawatan yang telah dibuat adalah anjurkan kepada keluarga agar pasien banyak minum, pantau tanda – tanda vital, pantau tanda - tanda dehidrasi, monitor tetesan infus dan evaluasi setiap 2 jam, beri obat ampicilin 4x250 mg, zinc 1x1, L bio 2x1 sachet.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2011 adalah menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan minum yang banyak kepada pasien, memantau TTV.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 13 juni 2011 jam 21.00 WIB adalah pasien masih BAB cair satu kali, dan muntah tiga kali, anak mau untuk minum air putih, tanda – tanda vital nadi 124 kali permenit, pernafasan 28 kali permenit, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan kekurangan volume cairan belum teratasi, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah anjurkan kepada keluarga agar pasien banyak minum, pantau tanda – tanda vital, pantau tanda - tanda dehidrasi, monitor tetesan infus dan evaluasi setiap 2 jam, beri obat ampicilin 4x250mg, zinc 1x1, L bio 2x1 sachet.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2011 adalah memonitor tetesan infus dan evaluasi setiap 2 jam, beri obat ampicilin 4x250mg, zinc 1x1, L bio 2x1 sachet.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 14 juni 2011 jam 13.30 WIB adalah pasien masih BAB cair dua kali, dan muntah satu kali, anak mau untuk minum air putih, tetesan infus 15 tetes per menit dan tidak ada flebitis, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan kekurangan volume cairan belum teratasi, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah anjurkan kepada keluarga agar pasien banyak minum, pantau tanda – tanda vital, pantau tanda - tanda dehidrasi, monitor tetesan infus dan evaluasi setiap 2 jam, beri obat ampicilin 4x250mg, zinc 1x1, L bio 2x1 sachet.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2011 adalah memonitor tanda tanda dehidrasi.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 15 juni 2011 jam 13.30 WIB adalah pasien belum BAB, dan tidak muntah, anak mau untuk minum air putih, mukosa bibir masih kering, pasien masih tampak lemah, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan kekurangan volume cairan teratasi sebagian, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah anjurkan kepada keluarga agar pasien banyak minum, pantau tanda – tanda vital, pantau tanda - tanda dehidrasi, monitor tetesan infus dan evaluasi setiap 2 jam, beri obat ampicilin 4x250mg, zinc 1x1, L bio 2x1 sachet.
2. Hipertermi b.d penyakit (proses infeksi)
Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan hipertermi teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil: suhu tubuh dalam batas normal, nadi dan pernafasan dalam rentang yang diharapkan, perubahan warna kulit tidak ada.
Rencana keperawatan yang telah dibuat adalah pantau suhu badan pasien, berikan kompres hangat pada pasien, pantau perubahan warna kulit, monitor program terapi paracetamol syrup 3 x 1 cth, berikan pendidikan kesehatan hipertermi pada keluarga.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2011 adalah mengukur suhu badan pasien, memberikan kompres hangat pada pasien.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 13 juni 2011 jam 21.00 WIB adalah suhu badan setelah dikompres turun dari 37,40C menjadi 36,90C, anak kooperatif saat diberikan kompres dengan bantuan ibu, saat malam hari ibu pasien mengatakan anaknya demam lagi, suhu tubuh 37,40C, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan hipertermi belum teratasi, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah pantau suhu badan pasien, berikan kompres hangat pada pasien, pantau perubahan warna kulit, monitor program terapi paracetamol syrup 3 x 1 cth, berikan penkes hipertermi pada keluarga.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2011 adalah pantau perubahan warna kulit akibat hipertermi.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 14 juni 2011 jam 13.30 WIB adalah ibu pasien mengatakan anaknya tidak demam suhu badan 370C, tidak ada perubahan warna kulit pada pasien, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan hipertermi teratasi sebagian, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah pantau suhu badan pasien, berikan kompres hangat pada pasien jika demam lagi, pantau perubahan warna kulit, monitor program terapi paracetamol syrup 3 x 1 cth, berikan penkes hipertermi pada keluarga.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2011 adalah memonitor program terapi paracetamol syrup 3 x 1 cth kalau perlu, dan memberikan penkes hipertermi pada keluarga.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 15 juni 2011 jam 13.30 WIB adalah ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak demam, suhu badan 370C, paracetamol syrup tidak diberikan karena anak sudah tidak demam, keluarga pasien mengatakan sudah mengetahui penatalaksanaan hipertermi dan keluarga tahu pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara penanganan awal anak demam dan mengetahui cara pengukuran suhu dengan termometer, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan hipertermi teratasi sebagian, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah pantau suhu badan pasien, berikan kompres hangat pada pasien jika demam lagi, pantau perubahan warna kulit, monitor program terapi paracetamol syrup 3 x 1 cth.





3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake kurang akibat mual, muntah, atau output yang berlebih akibat diare.
Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil: pasien ada kemauan untuk makan, pasien tidak muntah setelah makan diit dari rumah sakit.
Rencana keperawatan yang telah dibuat adalah pantau status nutrisi pasien dengan timbang berat badan pasien setiap hari, menganjurkan orang tua pasien untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering, monitor program terapi ranitidin 2x5mg.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2011 adalah memantau status nutrisi pasien, menimbang BB pasien.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 13 juni 2011 jam 21.00 WIB adalah BB pasien sebelum sakit 10,4 kg saat dirumah sakit 10 kg, lingkar kepala 45 cm, LILA 14 cm, TB 81 cm, pasien muntah tiga kali, dan tidak mau makan diit dari rumah sakit, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah timbang berat badan pasien setiap hari, menganjurkan orang tua pasien untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering, monitor program terapi ranitidin 2x5mg.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2011 adalah menimbang BB pasien, memberikan program terapi ranitidin 2x5mg.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 14 juni 2011 jam 13.30 WIB adalah BB pasien 10 kg, program terapi ranitidin 2x5 mg masuk intra vena per bolus, ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau makan 3 sendok diit dari rumah sakit, pasien mau untuk minum air putih, ibu pasien mengatakan anaknya muntah satu kali, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah timbang berat badan pasien setiap hari, menganjurkan orang tua pasien untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering, monitor program terapi ranitidin 2x5mg.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2011 adalah menimbang BB pasien, dan menganjurkan orang tua pasien untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 15 juni 2011 jam 13.30 WIB adalah BB pasien 10 kg, ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau makan sedikit - sedikit 4 sendok diit dari rumah sakit, dan mau untuk minum air putih, ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak muntah, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah timbang berat badan pasien setiap hari, menganjurkan orang tua pasien untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering, monitor program terapi ranitidin 2x5mg.
4. Kurang pengetahuan tentang gastroenteritis b.d kurangnya informasi
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah keluarga pasien mengerti dan tahu tentang penyakit yang diderita pasien dengan kriteria hasil: keluarga mengerti pengertian, penyebab, tanda dan gejala gastroenteritis, cara pencegahan, dan keluarga dapat membuat oralit dan LGG dengan baik dan benar.
Rencana yang telah dibuat adalah kaji pengetahuan keluarga tentang diare, berikan penjelasan setiap melakukan tindakan kepada pasien, beri penkes tentang gastroenteritis dan penatalaksanaannya, evaluasi hasil penkes, dan beri reinforcement positif pada keluarga.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2011 adalah mengkaji pengetahuan keluarga tentang gastroenteritis, berikan penjelasan setiap melakukan tindakan kepada pasien.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 13 juni 2011 jam 21.00 WIB adalah keluarga pasien mengatakan belum tahu tentang gastroenteritis dan penanganan gastroenteritis, keluarga pasien cemasnya sudah berkurang setelah diberikan penjelasan saat mau melakukan tindakan, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah kurang pengetahuan tentang gastroenteritis belum teratasi, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah beri penkes tentang gastroenteritis dan penatalaksanaan gastroenteritis, evaluasi hasil penkes, dan beri reinforcement positif pada keluarga.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2011 adalah beri penkes tentang gastroenteritis dan penatalaksanaannya, evaluasi hasil penkes, dan beri reinforcement positif pada keluarga.
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 14 juni 2011 jam 12.00 WIB adalah keluarga pasien mengatakan sudah mengerti tentang gastroenteritis, tanda gejalanya, penyebabnya dan mampu mendemonstrasikan cara pembuatan LGG, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah kurang pengetahuan tentang gastroenteritis teratasi, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah pertahankan intervensi.









BAB III
PEMBAHASAN


Pada bab ini penulis akan mencoba membahas asuhan keperawatan yang telah penulis lakukan dengan metode pemecahan masalah secara ilmiah dengan pendekatan proses keperawatan, disini penulis akan melakukan analisa asuhan keperawatan pada An.C dengan gangguan system pencernaan gastroenteritis.
Penulis akan membahas diagnosa keperawatan yang muncul pada An.C berdasarkan urutan prioritas masalah:
A. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (diare, muntah)
Kekurangan volume cairan adalah keadaan individu yang mengalami penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan atau intrasel. Diagnosis ini menunjuk ke dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan dalam natrium (Wilkinson, 2007: 174).
Batasan karakteristiknya haus, perubahan status mental, penurunan tekanan darah, penurunan volume atau tekanan nadi, penurunan turgor kulit atau lidah, penurunan haluaran urin, penurunan pengisian vena, kulit atau membran mukosa kering, suhu tubuh meningkat, frekuensi nadi meningkat, konsentrasi urin meningkat, penuruna BB yang tiba-tiba (kecuali dalam lapisan ketiga), kelemahan (Wilkinson, 2007: 174).
Faktor yang berhubungan kehilangan volume cairan aktif (konsumsi alkohol yang berlebihan secara terus menerus), kegagalan mekanisme pengaturan (Wilkinson, 2007: 174).
Diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif (diare, muntah) menjadi prioritas utama karena lebih mengancam kelangsungan hidup pasien dan apabila berlangsung lama bisa terjadi syok hipovolemik dan merupakan kebutuhan fisiologis yang harus diutamakan sifatnya mendesak (Asmadi, 2008: 19).
Untuk mengatasi diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif diare dan muntah, tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kekurangan volume cairan teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil: pasien kesadaran composmentis, turgor kulit baik, mata tidak cekung, TTV dalam batas normal untuk nadi 100 – 120 x/ menit, suhu 36 – 370C, respirasi rate 15 – 30 x/ menit. Intervensinya adalah anjurkan kepada keluarga agar pasien banyak minum 6 gelas untuk 1 gelasnya (200cc) dalam satu hari, pantau tanda – tanda vital, pantau tanda - tanda dehidraasi, monitor tetesan infus dan evaluasi setiap 2 jam, beri obat ampicilin 4x250 mg, zinc 1x1, L bio 2x1 sachet.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 13 – 15 juni 2011 untuk mengatasi diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif ( diare, muntah ) yaitu:
1. Menganjurkan keluarga untuk memberikan banyak minum 6 gelas untuk 1 gelasnya (200cc) dalam satu hari.
Tindakan ini dilakukan untuk menyeimbangkan kembali cairan didalam tubuh dan menghindari terjadinya syok hipovolemik. Kekuatan dari tindakan ini yaitu kehilangan cairan yang berlebihan dapat segera tertangani dengan penggantian asupan cairan yang diberikan. Kelemahannya yaitu jika pasien kurang kooperatif, pemberian cairan kurang maksimal (Tambayong, 2003).
2. Mengukur TTV
Tindakan keperawatan ini dimaksudkan untuk mengetahui tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan karana hipotensi, takikardi, dan demam , dapat menunjukan respon kehilaangan volume cairan. Kekuatan tindakan keperawatan ini adalah untuk mengetahui keadaan umum dan status hemodinamik pasien, kelemahanya adalah pasien rewel sehingga perlu dilakukan komunikasi terapeutik agar tindakan keperawatan ini mudah dilakukan (Tambayong, 2003).



3. Pantau tanda – tanda dehidrasi.
Tindakan keperawatan ini dimaksudkan untuk mengetahui status hidrasi dengan memantau keadaan turgor kulit, membran mukosa, mata dan ubun ubun pasien sehingga dapat diketahui ada tidaknya tanda tanda dehidrasi. Kekuatan tindakan ini adalah dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pada integritas kulit dan untuk menentukan derajat dehidrasi. Kelemahanya adalah pasien rewel saat diperiksa oleh perawat (Tambayong, 2003).
4. Memantau tetesan infus dan mengevaluasi setiap 2 jam.
Tindakan keperawatan ini dimaksudkan untuk memantau tetesan infus sesuai dengan jumlah cairan yang dibutuhkan pasien. Kekuatan tindakan ini agar jumlah cairan yang dibutuhkan pasien dapat terpenuhi dengan baik. Kelemahan dari tindakan ini jika pasien kurang kooperatif seperti gerakan tangan yang berubah – ubah sehingga memungkinkan berubah pula tetesan infusnya (Tambayong, 2003).





5. Memberi injeksi ampicilin 250 mg, dan obat oral zinc 1x1, L bio 2x1 sachet.
Tindakan keperawatan ini dimaksudkan untuk memberikan terapi medis. Kekuatan tindakan ini obat ampicilin berfungsi sebagai antibiotik untuk membunuh bakteri yang menyebabkan diare sedangkan obat zinc dan L bio berfungsi untuk memenuhi ion dan elektrolit tubuh. Kelemahan tindakan keperawatan ini sangat beresiko terjadi infeksi dan mudah terjadi flebitis karena diberikan secara IV untuk obat jenis ampicilin (Setiawan, 2001).
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 15 juni 2011 jam 13.30 WIB adalah ibu pasien mengatakan pasien belum BAB, tidak muntah, dan anaknya mau untuk minum, dan data obyektifnya mukosa bibir masih kering, pasien masih tampak lemah, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan kekurangan volume cairan teratasi sebagian, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah anjurkan kepada keluarga agar pasien banyak minum, pantau tanda – tanda vital, pantau tanda - tanda dehidrasi, monitor tetesan infus dan evaluasi setiap 2 jam, beri obat ampicilin 4x250mg, zinc 1x1, L bio 2x1 sachet.



B. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (proses infeksi)
Hipertermi adalah keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat diatas rentang normalnya (Wilkinson, 2007: 220)
Batasan karakteristik mual, kulit memerah, suhu tubuh meningkat diatas rentang normal, frekuensi nafas meningkat, kulit hangat bila disentuh, takikardia (Wilkinson, 2007: 220)
Faktor yang berhubungan dehidrasi, penyakit atau trauma, ketidakmampuan atau menurunya kemampuan untuk berkeringat, kecepatan metabolisme, aktivitas yang berlebih (Wilkinson, 2007: 220)
Diagnosa keperawatan ini penulis jadikan prioritas kedua karena pasien sebelumnya demam sehingga dapat mempengaruhi kebutuhan cairan dan proses metabolisme pasien, sifatnya mendesak akan tetapi lebih diutamakan untuk kekurangan volume cairan ( Asmadi, 2008: 19).
Untuk mengatasi diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan penyakit (proses infeksi), tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan hipertermi teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil: suhu tubuh dalam batas normal 360C – 370C, nadi 100 – 120 x/ menit dan pernafasan dalam rentang yang diharapkan 15 – 30 x/ menit, perubahan warna kulit tidak ada. Intervensinya adalah pantau suhu badan pasien, berikan kompres hangat pada pasien, pantau perubahan warna kulit, monitor program terapi paracetamol syrup 3 x 1 cth, berikan pendidikan kesehatan hipertermi pada keluarga.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 13 – 15 juni 2011 untuk mengatasi diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan penyakit (proses infeksi) untuk mengatasi diagnosa kedua yaitu:
1. Memantau suhu badan pasien.
Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan suhu badan pasien karena peningkatan suhu badan dapat mempengaruhi peningkatan metabolisme tubuh pasien. Kekuatan dari tindakan ini yaitu dapat memantau perkembangan kondisi pasien. Kelemahanya yaitu jika pasien kurang kooperatif sehingga diperlukan pendekatan terapeutik sebelum melakukan tindakan (Tambayong, 2003).
2. Berikan kompres air hangat pada pasien.
Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi demam sehingga suhu tubuh dalam batas normal dengan proses kerja kompres hangat menjadikan vasodilatasi pembuluh darah dan pori - pori tubuh terbuka sehingga panas tubuh keluar dengan proses evaporasi, Kekuatan tindakan ini efektif untuk menurunkan demam. Kelemahanya harus berulang kali menyediakan air hangat untuk kompres dan jika air sudah tidak hangat tidak efektif digunakan untuk kompres (Tambayong, 2003).



3. Pantau perubahan warna kulit.
Tindakan keperawatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan warna kulit terutama wajah yang biasanya tampak kemerahan jika terjadi hipertermi. Kekuatan tindakan keperawatan ini adalah mengetahui secara dini tanda-tanda terjadinya hipertermi sehingga menentukan intervensi yang tepat. Kelemahanya perubahan warna kulit belum bisa dipantau sepenuhnya karena kadang sulit untuk membedakan perubahan warna kulit akibat hipertermi atau warna kulit asli pasien (Sadikin, 2003).
4. Kolaborasi dalam pemberian obat paracetamol syrup 3 x 1 cth.
Tindakan keperawatan ini dimaksudkan untuk memberikan terapi medis. Kekuatan tindakan ini obat paracetamol dapat menurunkan suhu tubuh dengan cara menstimulasi pusat pengaturan tubuh dihipotalamus dengan cepat. Kelemahanya jika pasien kurang kooperatif saat diberikan obat (Tambayong, 2003).
5. Memberikan pendidikan kesehatan tentang hipertermi pada keluarga.
Tindakan keperawatan ini dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan keluarga. Kekuatan dari tindakan ini adalah meningkatkan tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang pengertian, penyebab, tanda-tanda, cara penanganan awal hipertermi. Kelemahannya dari tindakan ini adalah keluarga pasien kurang terbuka dan pasif ketika diberi penjelasan (Wilkinson, 2007).
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 15 juni 2011 jam 13.30 WIB ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak demam, dan data obyektifnya suhu badan passien 370C, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan hipertermi teratasi sebagian, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah pantau suhu badan pasien, berikan kompres hangat pada pasien jika demam lagi, monitor program terapi paracetamol syrup 3 x 1 cth.
C. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, hilangnya nafsu makan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh (Susanty, 2011).
Batasan karakteristik kram abdomen, nyeri abdomen, melaporkan perubahan sensasi rasa, tidak tertarik untuk makan, diare atau steatore, bising usus hiperaktif, kurangnya minat pada makanan, konjungtiva dan membran mukosa pucat, menolak untuk makan, dan diare (Susanty, 2011).
Faktor yang berhubungan ketidakmampuan untuk menelan atu mencerna makanan dan menyerap nutrien yang diakibatkan karena faktor biologis, psikologis, atau ekonomi, hilangnya nafsu makan, mual atau muntah (Susanty, 2011).
Diagnosa keperawatan ini penulis jadikan prioritas ketiga karena pasien sulit untuk makan dan sempat muntah, serta terjadi penurunan berat badan sehingga dapat mempengaruhi tumbuh kembang pasien merupakan kebutuhan fisiologis yang mendesak yang ketiga berdasarkan teori hierarki kebutuhan dasar maslow (Asmadi, 2008: 19).
Untuk mengatasi diagnosa keperawatan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, hilangnya nafsu makan, tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil: pasien ada kemauan untuk makan, pasien tidak muntah setelah makan diit dari rumah sakit. Intervensinya adalah pantau status nutrisi pasien dengan timbang berat badan pasien setiap hari, menganjurkan orang tua pasien untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering, monitor program terapi ranitidin 2x5mg.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 13 – 15 juni 2011 untuk mengatasi diagnosa keperawatan keperawatan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, hilangnya nafsu makan yaitu:




1. Pantau ststus nutrisi pasien dengan timbang BB setiap hari
Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui status nutrisi pasien karena penurunan berat badan adalah indikator untuk masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Kekuatan dari tindakan ini yaitu dapat memperkuat untuk menegakan masalah keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Kelemahanya yaitu jika pasien kurang kooperatif saat dilakukan penimbangan BB terpaksa ditimbang dengan digendong sama ibunya sehingga hasilnya kurang akurat (Tambayong, 2003).
2. Anjurkan keluarga untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering.
Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi nutrisi pasien. Kekuatan dari tindakan ini dapat untuk mengurangi menekan kerja gastrik sehingga mengurangi mual dan mencegah resiko muntah. Kelemahanya tidak mungkin dari pihak rumah sakit untuk menyediakan diit porsi kecil tapi sering, dan jika pemberian diit porsi kecil tapi sering yang diberikan makanannya sudah dibiarkan beberapa jam setelah pengolahan kandungan nutrisinya berkurang (Tambayong, 2003).
3. Kolaborasi dalam pemberian obat ranitidin 2 x 5 mg
Tindakan keperawatan ini dimaksudkan untuk memberikan terapi medis. Kekuatan tindakan ini obat ranitidin dapat mengurangi sekresi asam lambung sehingga mencegah rasa mual dan muntah , proses kerja obat cepat karena diberikan secara IV, disamping menstimulasi pusat pengaturan muntah chemoreceptor triger zone dan central vomiting centre. Kelemahanya jika pasien kurang kooperatif saat diberikan obat, dan resiko untuk terjadi flebitis (Setiawan, 2001).
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 15 juni 2011 jam 13.30 WIB ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau makan sedikit - sedikit 4 sendok diit dari rumah sakit, dan mau untuk minum, serta sudah tidak muntah, data obyektifnya BB 10kg, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa masalah keperawatan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian , rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah timbang berat badan pasien setiap hari, menganjurkan orang tua pasien untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering, monitor program terapi ranitidin 2x5mg.
D. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurangnya informasi pengetahuan tentang topik yang spesifik (Wilkinson, 2007: 270).
Batasan karakteristiknya mengungkapkan masalah secara verbal, tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat, serta tidak mengerjakan ujian secara akurat, tidak tepat atau terlalu belebihannya perilaku (Wilkinson, 2007: 270).
Faktor yang berhubungan pembatasan secara kognitif, salah dalam memahami informasi yang ada, kurangnya perhatian didalam belajar, kurangnya kemampuan mengingat kembali, kurangnya pemahaman terhadap sumber informasi ( Wilkinson , 2007 : 270 ).
Diagnosa keperawatan ini penulis jadikan prioritas keempat karena jika tidak ditangani segera juga tidak begitu berpengaruh terhadap kondisi pasien (Murwani, 2009).
Untuk mengatasi diagnosa keperawatan kurang pengetahuan tentang gastroenteritis berhubungan dengan kurang informasi, tujuannya setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah keluarga pasien mengerti dan tahu tentang penyakit yang diderita pasien dengan kriteria hasil: keluarga mengerti pengertian, penyebab, tanda dan gejala gastroenteritis, cara pencegahan, dan keluarga dapat membuat oralit dan LGG dengan baik dan benar. Intervensinya adalah kaji pengetahuan keluarga tentang gastroenteritis, berikan penjelasan setiap melakukan tindakan kepada pasien, beri penkes tentang gastroenteritis dan penatalaksanaannya, evaluasi hasil penkes, dan beri reinforcement positif pada keluarga.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 13 – 14 juni 2011 untuk mengatasi diagnosa keperawatan kurang pengetahuan tentang gastroenteritis yaitu:


1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien.
Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga pasien dilakukan untuk mengetahui pembuatan rencana individu mengidentifikasi secara verbal dan memberikan penjelasan serta untuk mempermudah dalam memberikan penjelasan. Kekuatan tindakan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman keluarga pasien tentang aktivitas yang harus dilakukan. Kelemahan tindakan ini adalah keluarga yang kurang terbuka dalam mengungkapkan pemahaman tentang aktivitas yang harus dilakukan (Wilkinson, 2007).
2. Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien setiap melakukan tindakan.
Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien setiap melakukan tindakan dilakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan keluarga pasien terhadap kondisi pasien. Kekuatan tindakan ini adalah keluarga pasien menjadi tahu tentang tujuan dari setiap tindakan sehingga keluarga pasien dapat lebih tenang dan tidak cemas. Kelemahannya tindakan ini adalah sulit diilakukan pada keluarga pasien yang mengalami cemas yang berlebihan (Wilkinson, 2007).





3. Memberikan penyuluhan kesehatan.
Keuntungan dari tindakan ini adalah meningkatkan tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang pengertian, penyebab, tanda-tanda, cara penanganan penyakit klien. Kelemahan dari tindakan ini adalah keluarga pasien kurang terbuka dan pasif ketika diberi penjelasan (Wilkinson, 2007).
Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis tanggal 14 juni 2011 jam 12.00 WIB adalah keluarga pasien mengatakan sudah mengerti tentang gastroenteritis, tanda gejalanya, penyebabnya dan mampu mendemonstrasikan cara pembuatan LGG, sehingga dapat diambil kesimpulan masalah kurang pengetahuan tentang gastroenteritis teratasi, rencana keperawatan yang akan dilakukan lagi adalah pertahankan intervensi.








Diagnosa keperawatan yang tidak muncul pada pasien sesuai dengan konsep dasar adalah:
A. Kerusakan integritas kulit b.d iritasi rektal karena diare
Kerusakan integritas kulit adalah suatu kondisi seorang individu yang mengalami perubahan dermis dan/ atau epidermis (Wilkinson, 2007: 460).
Batasan karakteristiknya adalah gangguan pada permukaan kulit (epidermis), kerusakan pada lapisan kulit (dermis), invasi dari struktur tubuh (Wilkinson, 2007: 460).
Faktor yang berhubungan adalah eksternal atau lingkungan meliputi zat kimia, kelembapan, hipertermi, hipotermi, faktor mekanik (misalnya terpotong, terkena tekanan, dan akibat restrein), pengobatan imobilitas fisik, radiasi. Sedang dari faktor internal atau somatik, meliputi perubahan sirkulasi, perubahan turgor kulit, perubahan status cairan, perubahan status metabolik, perubahan status nutrisi, perubahan pigmentasi, perubahan sensasi, perubahan perkembangan, usia yang ekstrem, defisit kekebalan tubuh, penonjolan tulang (Wilkinson, 2007: 460-461).
Diagnosa tersebut tidak dimunculkan oleh penulis dengan alasan tidak ditemukan data-data yang mendukung diagnosa tersebut yaitu tidak terjadi kerusakan kulit pada area rektal pasien.



BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian pada tanggal 13 juni 2011 diperoleh data ibu pasien mengatakan anaknya BAB dengan konsistensi cair satu kali, muntah satu kali, suhu badan demam, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, tampak lemah, orang tua pasien tampak cemas dengan kondisi sakit anaknya, dan dari pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data: nadi 124 x/menit, respirasi rate 28 x/menit, dan suhu badan 37,40C.
Dari data-data tersebut sehingga penulis memunculkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (diare, muntah), dimana untuk mengatasinya penulis melakukan intervensi: menganjurkan kepada keluarga agar pasien banyak minum, pantau tanda – tanda vital, pantau tanda - tanda dehidraasi, monitor tetesan infus dan evaluasi setiap 2 jam, memberikan program terapi.


2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (proses infeksi), dimana untuk mengatasinya penulis melakukan intervensi: pantau suhu badan pasien, berikan kompres hangat pada pasien, pantau perubahan warna kulit, monitor program terapi paracetamol syrup 3 x 1 cth, berikan pendidikan kesehatan hipertermi pada keluarga.
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, hilangnya nafsu makan, dimana untuk mengatasinya penulis melakukan intervensi: pantau status nutrisi pasien, timbang berat badan pasien setiap hari, menganjurkan orang tua pasien untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering, monitor program terapi ranitidin 2x5mg.
4. Kurang pengetahuan tentang gastroenteritis berhubungan dengan kurang pengetahuan, dimana untuk mengatasinya penulis melakukan intervensi: kaji pengetahuan keluarga tentang gastroenteritis, berikan penjelasan setiap melakukan tindakan kepada pasien, beri penkes tentang gastroenteritis dan penatalaksanaannya, evaluasi hasil penkes, dan beri reinforcement positif pada keluarga.






B. Saran dan Kritik
Untuk memberikan asuhan keperawatan secara optimal, sistematis, dan berlanjut digunakan model konseptual yang ada yaitu:
1. Menganjurkan kepada anggota keluarga untuk memantau status kondisi anaknya bila sewaktu waktu terjadi kegawat daruratan untuk segera menghubungi tenaga kesehatan diruang keperawatan.
2. Mendelegasikan kepada perawat bangsal agar memantau perkembangan An.C apabila terjadi tanda-tanda syok.
3. Menyarankan kepada perawat bangsal Melati agar meningkatkan komunikasi terapeutik kepada pasien setiap akan melakukan tindakan keperawatan.






DAFTAR PUSTAKA

Betz cecily L,Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta.
Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Media Aesculapius. EGC: Jakarta.
Nanda. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika.
Wilkinson J. M.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.
Carpenito, Linda Juall.2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaborasi. EGC: Jakarta.
Gunawan . 2009 .Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gastrointestinal .
http:// ilmu keperawatan . com/asuhan keperawatan diare . html
Winugroho. 2008 . Model Konsep Keperawatan . http:// winugroho-emt-n.blogspot.com .model-konsep-tipologi-pola-kesehatan.html
Suprianto . 2008 . Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Eliminasi Alvi .
http:// perawatsupri.wordpres.com
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. EGC: Jakarta.